Gambar Hiasan |
Subuh itu aku terjaga sebelum lena, jam di dinding sudah menunjukkan jam lima pagi, titisan embun terus menyiram bumi, membuatkan aku terasa kedinginannya, bertambah dingin lagi hatiku setelah aku tahu tiada lagi bicara bersama Rena setelah fajar memancarkan sinar menyingkap tabir siang.
Malam itu aku tidak mampu untuk lelapkan mata, terimbau segala kisah yang telah pun berlalu. Saat indah
bersamanya suatu ketika dulu, hatinya terluka, parah kerana sikap ku yang terlalu mentah untuk menilai erti sebuah kasih sayang, menghargai sekeping hati yang tulus menyayangi aku.Berjuraian air mata jatuh ke pipinya saat aku melafazkan kata... terputusnya sebuah ikatan yang terjalin sekian lama. kasih tiada terbanding, terbina tanpa sengketa, terpahat seribu kata, tersemai benih² kasih sayang dan mesra yang kian bercambah.
"Abang, kasihanilah Rena.. cuma Abang seorang dihati Rena, tolonglah bang..." Rena merayu agar aku setia disisinya, tidak putuskan hubungan yang sudah sebati dalam hati itu. Namun aku tetap dengan pendirianku yang aku sangka ia adalah tepat demi masa depan aku.
Runtuh segala impiannya untuk membina sebuah mahligai bahagia bersamaku. Aku dan Rena berpisah kerana waktu dan keadaan. Aku percaya Rena tidak mengerti kenapa ia berlaku, mengertikah aku pada ketika itu..?
Masa terus berlalu. Rena masih menghubungi ku, memujuk agar kembali mengisi kekosongan hatinya. Biarpun tiada tangis saat memujukku, namun aku percaya jauh di dasar sanubarinya, sendu tangis yang meronta menagih simpati ku.
Aku tegar, terus dengan pendirianku, apatah lagi aku sudah ada pengganti. Seorang wanita yang aku anggap boleh diterima, biarpun ada kekurangan, namun perkiraanku ia boleh berubah dan diubah sesuai dengan waktu dan keadaan.
Jauh disudut hatiku, Rena lebih sempurna. Hari² yang kulalui dibayangi senyum manisnya. Aku akui Rena punya kecacatan, namun kecacatan itu sangat sempurna di raut wajahnya, Rena berlesung pipit di pipi, senyumnya menlenyapkan amarahku.
Rena, kerenah dan keletahnya membuat aku sangat menyayanginya, ia sangat menarik perhatianku pada saat dan ketika aku memerlukan teman bicara. Ada waktunya aku cuba bertegas dengan kemanjaannya, namun aku sering tewas. Dia yang pandai memainkan peranan, membuai perasaanku.
Setiap kali berjumpa di hujung minggu, terpancar diwajahnya, ceria, setia dan kasih sayang, yang tak mungkin aku perolehi dari wanita lain. Aku setia melayani kerenahnya.
Namun ceria dan gembiranya itu sering berakhir di hujung senja, puas ku pujuk agar ia pulang kerumahnya, namun dia enggan.
Aku berkorban masa demi untuk seorang yang sangat aku sayangi. Aku hantarnya pulang, jauh di sudut hatiku, aku kepenatan melayan keranahnya seharian. Aku tidak zahirkan kepadanya, biar aku yang beralah kerana kasihnya tercurah setia paduku.
Dihujung tangga Rena menghantar aku pulang, redup wajahnya, merenung jauh kedalam mataku. Matanya yang berkaca menahan,titis air mata. Aku mengerti, Rena keberatan untuk melepaskan aku pulang. Namun antara kami masih ada batasan antara cinta dan perhubungan...
Bersambung...
No comments:
Post a Comment